21 October 2014

Kisah no. 83

Terang dunia yang memberi terang kepada mereka yang buta
(Yohanes 9)


Ada sebuah anggapan umum di antara orang Yahudi bahkan diajarkan para nabi, bahwa segala macam bentuk bencana, kemiskinan, penyakit dan cacat tubuh adalah bentuk hukuman Allah atas dosa orang yang menderita itu. Waktu murid-murid melihat seorang pengemis buta di salah satu pintu gerbang Bait Allah, mereka pun bertanya kepada Yesus, “Guru, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?”. Mereka sepakat dengan anggapan umum bahwa orang buta itu sakit karena dosa, tapi masalahnya dia buta sejak lahir, murid-murid bingung dosa siapakah yang menyebabkan orang itu jadi buta.
                Jawaban Yesus mengejutkan mereka, “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” Yesus ingin membetulkan cara berpikir mereka bahwa memang ada penderitaan sebagai akibat dari dosa, namun banyak juga penderitaan yang dialami manusia tidak ada  hubungannya dengan dosa. Yesus menyebutnya sebagai ada maksud Allah di dari semua itu. Ia ingin mengajarkan hukum yang lebih tinggi dari hukum sebab akibat dalam sebuah peristiwa, yaitu hukum pekerjaan dan rencana Allah di balik semua peristiwa yang terjadi. Singkatnya, jangan tanyakan penyebab di masa lalu dari kebutaan orang itu (the cause from the past) tapi tanyakan tujuan  mengapa dia buta (the future purpose). Allah dalam hikmat-Nya yang tak terbatas berdaulat atas apa yang terjadi dalam hidup ini. Kesadaran akan kebenaran itu akan membawa manusia menyembah Dia.
Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi  dan berkata kepadanya: "Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam." Siloam artinya: "Yang diutus." Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek. Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. Ya, di hari Sabat, hari di mana semua orang Yahudi tahu bahwa mereka tidak boleh melakukan pekerjaan sama sekali. Tapi di Sabat itulah awal dimulai rencana Allah dalam hidup orang buta itu digenapi.
Apa yang Yesus lakukan, mengaduk ludah dengan tanah, melanggar hukum untuk hari Sabat. Membuat adonan dilanggar keras pada waktu Sabat. Apalagi adonan yang Yesus buat adalah bahan-bahan kotor. Benarkah Yesus melanggar Sabat? Tentunya tidak. Yesus justru ingin menunjukkan bahwa dialah Tuhan atas hari Sabat (Matius 12:8). Dia ingin menjelaskan arti Sabat yang sesungguhnya. Sabat itu hari perhentian. Perhentian untuk apa? Untuk mengalami pekerjaan Allah dalam hidup manusia. Sabat itu hari kesembuhan. Orang buta itu mengalami kesembuhan tidak hanya secara fisik tapi mata rohaninya pun melek di hari Sabat itu. Dia bertemu dengan terang dunia seperti yang Yesus nyatakan tentang diri-Nya (ayat 5). Itulah Sabat yang sesungguhnya. Biarlah setiap manusia yang merayakan Sabat sampai hari ini juga mengalami kesembuhan jasmani dan rohani dari Tuhan.
Peristiwa kesembuhan itu sendiri terjadi di kolam Siloam. Air kolam siloam adalah kiriman dari sumber air yang jauh di luar kota. Oleh sebab itu, kolam itu dinamai siloam (perpanjangan, diutus). Juga merupakan sumber air untuk aktivitas keagamaan di Bait Suci. Entah sengaja atau tidak Yohanes menuliskan detail pekerjaan mujizat Yesus ini, seolah-olah dia menggarisi bawahi maksud Yesus yang ingin menunjukkan bahwa seperti kolam itu, Yesus juga seorang utusan. Yesus adalah utusan dari Allah di sorga sebagai aliran air yang membawa kehidupan bagi manusia yang menerima-Nya (bandingkan Yohanes 4:10-11). Dan itulah yang Yesus maksudkan dengan ‘mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku”. 
Kesembuhan orang buta itu menimbulkan rasa penasaran tetangga-tetangganya. Si orang buta yang sudah melek itu menceritakan apa yang Yesus lakukan kepadanya. Tetangga-tetangganya itu membawa dia ke hadapan orang-orang Farisi. Di hadapan mereka, orang yang tadinya buta itu  juga menceritakan hal yang sama tentang kesembuhan yang dia terima dari Yesus. Waktu mendengar ceritanya, orang-orang Farisi terpecah menjadi dua. Ada yang menyebut Yesus sebagai orang berdosa karena melanggar hari Sabat, namun sebagian bertanya kalau dia berdosa bagaimana Dia bisa membuat mujizat seperti itu. Tiba-tiba mereka mengajukan sebuah pertanyaan kepada pengemis itu, "Dan engkau, apakah katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?". Jawaban yang terlontar dari mulutnya sangat mengharukan. Sebelumnya dia menjelaskan kepada tetangga-tetangga dan orang Farisi bahwa yang menyembuhkan dia adalah ‘seorang yang disebut Yesus’. Sekarang justru dibawah tekanan intimidasi orang-orang Farisi, terlontarlah pengakuan dari mulutnya, “Ia adalah seorang nabi”. Tegas dan lugas menunjukkan keyakinannya. Jawaban tulus ini membuat orang-orang Farisi itu geram. Semua pengakuan tentang Yesus sebagai mesias, nabi, anak Allah membuat mereka sangat marah.
“Jangan-jangan dia ini tidak buta sebelumnya,” sahut seorang dari antara orang-orang Farisi itu. Lalu mereka memanggil orang tuanya, ini dilakukan dengan harapan apa yang terjadi itu rekayasa, pengemis itu tidak benar-benar sembuh. Kesaksiaan orang tua justru memantapkan  fakta memang anak mereka dahulu buta dan sekarang sembuh. Walaupun mereka tidak berani mendukung peristiwa kesembuhan anak mereka oleh Yesus. Orang-orang Farisi sangat disegani waktu itu. Kali ini mereka sepakat untuk menghasut orang yang tadinya buta itu untuk menyangkali apa yang Yesus lakukan bagi dia. Entah apa yang dirasakan seorang pengikut Tuhan ketika dalam intimidasi seperti itu? Apalagi orang tuanya juga ketakutan dan tidak berani mendukung dia sepenuhnya. Namun  Allah membuat pengenalan akan Yesus itu semakin lama semakin dalam dan mendatangkan keberanian dalam diri mantan orang buta itu. 
"Katakanlah kebenaran di hadapan Allah; kami tahu bahwa Yesus itu orang berdosa." Sebuah permintaan yang diajukan sepanjang masa sampai hari ini. Manusia diminta untuk memuliakan Allah namun disaat yang sama menyangkal Yesus. Inilah kesesatan rohani. Jawaban apa yang tepat untuk meluruskan kesesatan itu? Pengemis yang dulunya buta itu mencontohkannya. "Apakah orang itu orang berdosa, aku tidak tahu; tetapi satu hal aku tahu, yaitu bahwa aku tadinya buta, dan sekarang dapat melihat." Dia tidak bisa menyangkal pekerjaan Yesus yang nyata bagi dia. Tidak didengarnya lagi tentang Yesus dari kata orang. Yesus hadir dan menyentuh hidupnya secara nyata dan pribadi. Aku tadinya buta, dan sekarang dapat meihat (I was blind, now I see). Kesaksiaan pribadi memang berkuasa menjadi penawar yang tepat dari kesesatan rohani dari orang-orang yang meragukan ketuhanan Yesus.
Kata mereka kepadanya: "Apakah yang diperbuat-Nya padamu? Bagaimana Ia memelekkan matamu?".  Jawabnya: "Telah kukatakan kepadamu, dan kamu tidak mendengarkannya; mengapa kamu hendak mendengarkannya lagi? Barangkali kamu mau menjadi murid-Nya juga?". Keberanian itu semakin bertumbuh. Sambil mengejek mereka berkata kepadanya: "Engkau murid orang itu tetapi kami murid-murid Musa.  Kami tahu, bahwa Allah telah berfirman kepada Musa, tetapi tentang Dia itu kami tidak tahu dari mana Ia datang."  Jawab orang itu kepada mereka: "Aneh juga bahwa kamu tidak tahu dari mana Ia datang, sedangkan Ia telah memelekkan mataku. Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya. Dari dahulu sampai sekarang tidak pernah terdengar, bahwa ada orang yang memelekkan mata orang yang lahir buta. Jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa." Perkataan-perkataan orang buta yang sudah tidak buta lagi itu menunjukkan kebutaan orang Farisi dalam memahami dan mengenal siapa Yesus yang sesungguhnya. Argumennya terlihat sederhana, tapi karena mata rohani orang-orang Farisi itu sangat buta, tak mampu dilihatnya Yesus sebagai terang dunia. Kalimat selanjutnya semakin membuktikan kebutaan rohani mereka, “Engkau ini lahir sama sekali dalam buta karena dosa dan engkau hendak mengajar kami?".
Lalu mereka mengusir dia keluar. Ini bukanlah perkara dia hanya di usir keluar ruangan. Ada beberapa langkah dalam menegakan hukum Taurat. Dalam pelanggaran ringan, orang yang bersalah akan diperingatkan. Ada yang untuk sementara diusir ke luar dari rumah ibadat (biasanya 30 hari lamanya) dan yang paling tinggi adalah pemberian kutuk (kherem). Tidak boleh sama sekali mereka datang ke Bait Suci dan dilarang bergaul dengan orang Yahudi. Mendengar apa yang dialami orang itu, Yesus datang menemuinya. Sebuah inisiatif dari Sang Gembala mengumpulkan domba-dombanya (diceritakan Yohanes di pasal selanjutnya)
Tanya Yesus kepadanya, "Percayakah engkau kepada Anak Manusia?".  Jawabnya: "Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya." Yesus segera menyatakan diri-Nya yang sesungguhnya, “Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!". Sebuah pengakuan pun meluncur dari mulut orang itu, "Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia sujud menyembah-Nya. Inilah puncak dari kisah yang diceritakan Yohanes ini. Dari seorang yang lahir buta karena rencana Allah yang harus dinyatakan. Dia disembuhkan oleh ‘orang itu’ yang kemudian dia sebut nabi.  Dan akhirnya, dipanggilnya Yesus secara pribadi sebagai ‘Tuhan’ dengan tersungkur di hadapan-Nya. Bukan sekedar tersungkur, tapi ‘proskuneo’ (Yunani), enam kali dipakai dalam Injil untuk menunjukkan sikap penyembahan. Untuk inilah Yesus datang ke dunia, mencari seorang penyembah.
Kata Yesus selanjutnya "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta." Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepada-Nya: "Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?".  Jawab Yesus kepada mereka: "Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu." Hati yang keraslah musuh utama dari penyembahan.

Sumber:
1.       Alkitab, LAI.
2.       Kurikulum CDG Kisah Perjanjian Baru, Pelajaran 83.
5.       Sejarah Kerajaan Allah 2.                

No comments:

Post a Comment