Kisah no. 110
Yesus Berbicara Kepada Saulus
(Kisah Rasul 9:1-9, 22:5-11; 26:12-15; Galatia 1:13-16)
(Kisah Rasul 9:1-9, 22:5-11; 26:12-15; Galatia 1:13-16)
Nabi Yeremia pernah menceritakan bagaimana Allah
meneguhkan panggilan untuk melayani Dia. "Sebelum Aku membentuk engkau
dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari
kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi
nabi bagi bangsa-bangsa" (Yeremia 1:5). Terkandung sebuah kepastian bahwa panggilan Allah bukanlah panggilan
yang bersifat mendadak, Dia sudah merencanakannya dengan begitu sempurna.
Demikianlah kebenaran itu terwujud dalam diri seorang pemuda bernama Saulus. Dari
mulutnya pun keluar kesaksiaan yang sama, “Ia, yang telah memilih aku sejak
kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya” (Galatia 1:5).
Dia adalah seorang Yahudi peranakan yang
tinggal di Tarsus, sebuah kota dagang yang dilalui sungai Kidenus yang terhubung
dengan Laut Tengah, sehingga banyak didatangi kapal dagang. Tarsus juga berada
di jalur penghubung propinsi-propinsi Timur dengan ibukota Roma. Hal tersebut
membuat Tarsus menjadi kota yang sangat ramai. Kebudayaan Yunani sangat kental
terlihat di sana dan sangat memengaruhi Saulus, di kemudian hari menjadi bekal
dia memberitakan Injil. Namun, ayahnya yang berasal dari suku Benyamin sangat
tegas mengajarkan hukum Taurat dalam hidup anak yang ‘disukainya’ (arti nama
Saulus) itu. Seperti anak Yahudi pada umumnya, Saulus sejak kecil juga diajar
dalam keterampilan pekerjaan tangan. Keahlian menenun dipelajarinya dengan
mudah, karena memang Tarsus adalah pusat pertenunan bulu kambing. Tidak heran
di kemudian hari, Saulus mendapat penghasilan dari pekerjaannya menenun dan
membuat kemah. Dalam Kemahatahuan-Nya,
Allah memakai semua aspek hidup dan menyiapkannya sedemikian rupa agar rencana-Nya
digenapi.
Babak hidupnya berubah ketika pindah ke
Yerusalem. Ia menjadi salah satu mahasiswa dari Gamaliel, seorang guru agama
Yahudi yang sangat dihormati waktu itu. Kemungkinan besar selama di Yerusalem,
dia pernah melihat dan mendengar Yesus mengajar di Bait Allah. Karena cintanya
kepada ajaran Yahudi, Saulus menggabungkan diri dengan golongan Farisi dan
menjadi salah satu anak muda yang dipercaya untuk membela keyakinan itu.
Setelah Yesus naik ke sorga dan munculah jemaat mula-mula, Saulus menjadi orang
yang sangat ditakuti. Bagi dia, jemaat mula-mula adalah sekumpulan penyesat dan
penghujat Allah yang harus ditumpas. Dia juga mendapat wewenang dari Imam Besar
untuk menganiaya pengikut Yesus dari Nazaret. Banyak dari mereka yang dibunuh
atas persetujuan Saulus (Kisah 26:10,11). Dia begitu berani, tegas dan tidak
pernah mundur dalam membela keyakinannya. Di depan dialah Stefanus dirajam batu
sampai mati.
Ketika didengarnya, banyak pengikut Jalan
Tuhan (sebutan untuk jemaat mula-mula) melarikan diri ke kota Damsyik, maka
dimintalah surat kuasa dari Imam Besar agar dia bisa pergi mengejar dan
menangkap mereka. Disertai dengan beberapa orang prajurit berangkatlah dia ke
Damsyik. Hatinya berkobar-kobar untuk mendapatkan orang-orang yang dibencinya,
yang telah menista kekudusan Allahnya. Bahkan tidak seperti biasanya para
kafilah berhenti istirahat di tengah hari dan melanjutkan perjalanan di sore yang
sejuk, Saulus bergegas ingin sampai ke Damsyik. Tiba-tiba dari langit memancar
sinar yang sangat terang dan menyilaukan lebih dari sinar matahari. Rombongan itu
terhenti. Mereka jatuh tertelungkup di tanah. Yesus bertindak tepat pada
waktu-Nya. Dihampiri-Nya orang yang selama ini telah menganiaya pengikut-pengikut-Nya.
Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya:
"Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?". Semua anggota
rombngan mendengar suara itu, tapi tidak melihat seorang jugapun.
“Sukar bagimu menendang ke galah rangsang”,
suara itu begitu tegas. Saulus diingatkan bahwa kelakuan hidupnya seperti
seekor lembu yang terluka akibat galah rangsang, besi berduri yang dipasang di
depan bajak. Lembu melawan dan menyepak ke belakang untuk melepaskan bajak,
tapi kakinyalah yang terluka. Seperti itulah hidup Saulus. Di dalam hatinya
sebenarnya dia sudah terpikat dengan Yesus, apalagi ketika dia melihat bagaimana
Stefanus begitu tegar menghadapi kematiannya, seolah justru itulah jalan
terindah untuk berjumpa dengan Yesus yang disembahnya. Tapi dia berusaha untuk
melawan suara di hatinya itu. Tapi seperti mengenai galah rangsang, hatinya
justru semakin sakit.
Saulus
menjawab dengan gentar: "Siapakah Engkau, Tuhan?" Suara dari langit
itu menjawab, "Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Bukan orang-orang yang
lemah yang telah kau penjarakan dan aniaya itu yang sedang kau hadapi. Tapi,
kau sedang berhadapan dengan Penguasa Langit dan Bumi, yang di dalam nama-Nya
terdapat keselamatan.” Hati Saulus hancur. Namun, pada saat yang sama hatinya
bersukacita. Inilah yang dia cari selama ini. Perjumpaan dengan Allah yang
sejati. Diberanikannya untuk bertanya, “Tuhan, apa yang harus kuperbuat?”. “Bangunlah
dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi
pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari pada-Ku dan
tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti. Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini
dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka, supaya mereka
berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya
mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat
bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan. Pergilah ke
dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat."
Dalam kesegaran yang baru, Saulus bangun dan berdiri, lalu membuka
matanya, tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa; sehingga ia harus dituntun masuk
ke Damsyik. Tiga hari lamanya ia tidak
dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum. Hari perjumpaannya
dengan Yesus menjadi awal dia melayani Allah seumur hidupnya. Cahaya dan
perkataan Yesus senantiasa menjadi pengingat untuk dia setia mengikut dan
melayani Dia. “…kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak
taat.” (Kisah 26:19).
Pertanyaan
Renungan dan Aplikasi:
1. Apakah karakter
Allah yang ditunjukkan dari kisah ini?
2. Coba teliti latar belakang keluarga, budaya,
pendidikan, karakter, dan sifat Saulus. Dapatkah Anda melihat bagaimana Allah mempersiapkan
Saulus untuk melayani Dia?
3. Setelah membaca kisah Yesus berbicara dan
memanggil Saulus, bagaimana Anda melihat pelayanan yang dipercayakan kepada
Anda saat ini? Apa yang akan Anda lakukan?
No comments:
Post a Comment