27 August 2015

Kisah no. 110

Yesus Berbicara Kepada Saulus 
(Kisah Rasul 9:1-9, 22:5-11; 26:12-15; Galatia 1:13-16)

Nabi Yeremia pernah menceritakan bagaimana Allah meneguhkan panggilan untuk melayani Dia. "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa" (Yeremia 1:5). Terkandung sebuah kepastian bahwa panggilan Allah bukanlah panggilan yang bersifat mendadak, Dia sudah merencanakannya dengan begitu sempurna. Demikianlah kebenaran itu terwujud dalam diri seorang pemuda bernama Saulus. Dari mulutnya pun keluar kesaksiaan yang sama, “Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya” (Galatia 1:5).
Dia adalah seorang Yahudi peranakan yang tinggal di Tarsus, sebuah kota dagang yang dilalui sungai Kidenus yang terhubung dengan Laut Tengah, sehingga banyak didatangi kapal dagang. Tarsus juga berada di jalur penghubung propinsi-propinsi Timur dengan ibukota Roma. Hal tersebut membuat Tarsus menjadi kota yang sangat ramai. Kebudayaan Yunani sangat kental terlihat di sana dan sangat memengaruhi Saulus, di kemudian hari menjadi bekal dia memberitakan Injil. Namun, ayahnya yang berasal dari suku Benyamin sangat tegas mengajarkan hukum Taurat dalam hidup anak yang ‘disukainya’ (arti nama Saulus) itu. Seperti anak Yahudi pada umumnya, Saulus sejak kecil juga diajar dalam keterampilan pekerjaan tangan. Keahlian menenun dipelajarinya dengan mudah, karena memang Tarsus adalah pusat pertenunan bulu kambing. Tidak heran di kemudian hari, Saulus mendapat penghasilan dari pekerjaannya menenun dan membuat kemah. Dalam Kemahatahuan-Nya, Allah memakai semua aspek hidup dan menyiapkannya sedemikian rupa agar rencana-Nya digenapi.
Babak hidupnya berubah ketika pindah ke Yerusalem. Ia menjadi salah satu mahasiswa dari Gamaliel, seorang guru agama Yahudi yang sangat dihormati waktu itu. Kemungkinan besar selama di Yerusalem, dia pernah melihat dan mendengar Yesus mengajar di Bait Allah. Karena cintanya kepada ajaran Yahudi, Saulus menggabungkan diri dengan golongan Farisi dan menjadi salah satu anak muda yang dipercaya untuk membela keyakinan itu. Setelah Yesus naik ke sorga dan munculah jemaat mula-mula, Saulus menjadi orang yang sangat ditakuti. Bagi dia, jemaat mula-mula adalah sekumpulan penyesat dan penghujat Allah yang harus ditumpas. Dia juga mendapat wewenang dari Imam Besar untuk menganiaya pengikut Yesus dari Nazaret. Banyak dari mereka yang dibunuh atas persetujuan Saulus (Kisah 26:10,11). Dia begitu berani, tegas dan tidak pernah mundur dalam membela keyakinannya. Di depan dialah Stefanus dirajam batu sampai mati.
Ketika didengarnya, banyak pengikut Jalan Tuhan (sebutan untuk jemaat mula-mula) melarikan diri ke kota Damsyik, maka dimintalah surat kuasa dari Imam Besar agar dia bisa pergi mengejar dan menangkap mereka. Disertai dengan beberapa orang prajurit berangkatlah dia ke Damsyik. Hatinya berkobar-kobar untuk mendapatkan orang-orang yang dibencinya, yang telah menista kekudusan Allahnya. Bahkan tidak seperti biasanya para kafilah berhenti istirahat di tengah hari dan melanjutkan perjalanan di sore yang sejuk, Saulus bergegas ingin sampai ke Damsyik. Tiba-tiba dari langit memancar sinar yang sangat terang dan menyilaukan lebih dari sinar matahari. Rombongan itu terhenti. Mereka jatuh tertelungkup di tanah. Yesus bertindak tepat pada waktu-Nya. Dihampiri-Nya orang yang selama ini telah menganiaya pengikut-pengikut-Nya. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?". Semua anggota rombngan mendengar suara itu, tapi tidak melihat seorang jugapun.
“Sukar bagimu menendang ke galah rangsang”, suara itu begitu tegas. Saulus diingatkan bahwa kelakuan hidupnya seperti seekor lembu yang terluka akibat galah rangsang, besi berduri yang dipasang di depan bajak. Lembu melawan dan menyepak ke belakang untuk melepaskan bajak, tapi kakinyalah yang terluka. Seperti itulah hidup Saulus. Di dalam hatinya sebenarnya dia sudah terpikat dengan Yesus, apalagi ketika dia melihat bagaimana Stefanus begitu tegar menghadapi kematiannya, seolah justru itulah jalan terindah untuk berjumpa dengan Yesus yang disembahnya. Tapi dia berusaha untuk melawan suara di hatinya itu. Tapi seperti mengenai galah rangsang, hatinya justru semakin sakit.
 Saulus menjawab dengan gentar: "Siapakah Engkau, Tuhan?" Suara dari langit itu menjawab, "Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Bukan orang-orang yang lemah yang telah kau penjarakan dan aniaya itu yang sedang kau hadapi. Tapi, kau sedang berhadapan dengan Penguasa Langit dan Bumi, yang di dalam nama-Nya terdapat keselamatan.” Hati Saulus hancur. Namun, pada saat yang sama hatinya bersukacita. Inilah yang dia cari selama ini. Perjumpaan dengan Allah yang sejati. Diberanikannya untuk bertanya, “Tuhan, apa yang harus kuperbuat?”. “Bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari pada-Ku dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti.  Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka,  untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan. Pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat."
Dalam kesegaran yang baru,  Saulus bangun dan berdiri, lalu membuka matanya, tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa; sehingga ia harus dituntun masuk ke Damsyik.  Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum. Hari perjumpaannya dengan Yesus menjadi awal dia melayani Allah seumur hidupnya. Cahaya dan perkataan Yesus senantiasa menjadi pengingat untuk dia setia mengikut dan melayani Dia. “…kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat.” (Kisah 26:19).

Pertanyaan Renungan dan Aplikasi:
1.      Apakah karakter Allah yang ditunjukkan dari kisah ini?
2.      Coba teliti latar belakang keluarga, budaya, pendidikan, karakter, dan sifat Saulus. Dapatkah Anda melihat bagaimana Allah mempersiapkan Saulus untuk melayani Dia?
3.      Setelah membaca kisah Yesus berbicara dan memanggil Saulus, bagaimana Anda melihat pelayanan yang dipercayakan kepada Anda saat ini? Apa yang akan Anda lakukan?




No comments:

Post a Comment