27 August 2015

Kisah no. 97

PERKATAAN YESUS YANG TERAKHIR (Matius 27:45-56; Markus 15:33-41; Lukas 23:39-49; Yohanes 19:23-30)
Vonis sudah dijatuhkan. Yesus akan disalib sampai mati. Salib adalah hukum yang kejam yang hanya dijatuhkan kepada budak atau penduduk bangsa jajahan. Mereka yang terhukum dibiarkan tergantung berjam-jam dalam kondisi setengah telanjang sampai mati. Luka-luka di tubuh mereka khususnya paku yang menancap di tangan kaki menimbulkan demam tinggi. Badan mereka menjadi kebas sampai akhirnya merenggut nyawa mereka. Orang Yahudi sendiri menganggap hukuman salib sebagai kutuk Allah (Ulangan 21:23; Galatia 3:13). Hukuman salib Yesus akan dilangsungkan di Bukit Golgota. Biasanya mereka akan menggendong salib mereka sebagai tanda mereka setuju dengan hasil persidangan. Rombongan itu dipimpin seorang perwira yang mengendarai kuda, diikuti tentara-tentara dan mereka yang terhukum. Ada beberapa tentara yang membawa papan bertuliskan kejahatan-kejahatan mereka yang terhukum. Papan itu akan ditempelkan di kayu salib masing-masing dari mereka. Penduduk Yerusalem juga berbondong-bondong ikut untuk menyaksikan penyaliban itu. Imam-imam dan ahli Taurat ada di antara mereka dengan senyum lega tanda kemenangan.
                Yesus yang telah disiksa dengan kejam itu tak sanggup lagi jika harus menggendong salibnya. Dia roboh di tengah jalan. Ada seorang pria yang sedang lewat disitu dipaksa oleh tentara menggantikan Yesus menggendong salib itu. Nama orang itu Simon, berasal dari Kirene di Afrika Utara. Dia sedang dalam perjalanan ke kota tapi diberhentikan dan dipaksa memikul salib Yesus. Ada catatan menarik tentang Simon, Markus menuliskan dalam Injilnya bahwa Simon adalah ayah dari Rufus, seorang pemimpin gereja mula-mula. Dalam Roma 16:13, rasul Paulus memberikan salam tanda hormatnya kepada Rufus. Kemungkinan besar Simon dulunya bukan seorang percaya, namun perjumpaan dan perjalanan di samping Yesus itu mengubah hidupnya menjadi orang percaya.
                Lebih kurang pukul 9, rombongan itu sampai di Gologota, bukit yang bentuknya menyerupai tengkorak. Bersama Yesus juga ada 2 orang terhukum lainnya. Baju mereka dilucuti sehingga hanya mengenakan kain pinggang. Tentara-tentara itu lalu mendirikan kayu salib berbentuk tanda tambah. Pada balok kayu pancang dipakukan sepotong kayu, sebagai tempat ‘duduk’ bagi mereka yang dihukum. Tangan dan dan kaki diikatkan dengan tali pada kayu salib, lalu dipaku. Sementara itu tentara-tentara mulai membagi harta milik orang hukuman. Sebagaimana mustinya seorang guru, pakaian Yesus ada lima bagian. Sementara jumlah tentara itu ada 4 orang. Yang seorang mendapat tutup kepala Yesus, lalu yang lain mendapat ikat pinggang. Yang ketiga mendapat bajunya, dan yang terakhir mendapat kasutnya. Tinggallah jubah (kituna) Yesus yang mahal. Lalu mereka buang undi. Ini adalah penggenapan Mazmur 22:19.
                Yesus tergantung di atas kayu salib di antar 2 orang penjahat. Imam-imam dan ahli Taurat menertawakan dan mengejek Dia. “Orang lain Dia selamatkan, tapi diri-Nya sendiri tidak bisa Dia selamatkan. Orang banyak ikut-ikutan mengolok-olok Yesus. Mendengar ejekan-ejekan itu, Yesus tidak membalas dengan kutukan. Dia justru berdoa, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Yesus mengampuni. Penjahat yang berada tergantung di sisi Yesus juga ikut mengejek Yesus. Tapi satu di antara mereka melihat Yesus dengan berbeda, ditegurnya temannya. Mereka memang layak dihukum di atas salib, tapi Yesus tidak layak. Sepertinya ia insaf siapa Yesus yang sebenarnya.Tulisan raja di atas salib Yesus mungkin dipakai Allah untuk berbicara dalam hati penjahat itu. Dia sedang dekat bersama seorang raja.  Dengan penuh hormat, ia memohon, “Yesus ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja”. Yesus menjawab permohonan itu, “Sesungguhnya hari ini juga engkau bersama-sama aku di dalam sorga”.
                Di atas kayu salib, pandangan mata Yesus terpaku kepada wajah dukacita Maria, ibunya. Ibunya sedang berdiri dekat di bawah kayu salibnya ditemani orang-orang yang mengasihi-Nya. Berkatalah dia kepada Maria, “Ibu, inilah anakmu”. Dan kepada Yohanes yang ada di samping Maria, “inilah ibumu”. Rupanya Yesus sedang menitipkan Maria kepada Yohanes, murid yang dikasihi-Nya. Sejak saat itu Maria tinggal bersama keluarga Yohanes. Dalam kesakitan dan penderitaan-Nya, Yesus masih juga menyatakan pengampunan kepada orang-orang yang menista Dia, keselamatan kepada penjahat yang bertobat, dan kasih kepada orang-orang yang mengasihi-Nya.
                Pukul 12 siang. Tiba-tiba terjadi sebuah fenomena yang aneh. Langit menjadi gelap gulita. Lamanya 3 jam. Ketakutan mencekam orang banyak yang ada di situ. Tentara-tentara pun gentar. Sementara itu di salib-Nya, Yesus sedang diamuk demam. Sunyi sekali bukit tengkorak itu. Selama ini Dia bisa merasakan Bapa-Nya yang menerangi jalan-Nya. Kali ini gelap. Dia sangat merindukan terang itu. Memohon pertolongan Bapa, tapi Dia pergi menjauh. Seolah Yesus sedang menghadapi neraka, tempat terkutuk di mana Dia terpisah dengan Bapa-Nya. Rasa peri di hati-Nya meledak dalam sebuah teriakan keras, “Eli, Eli, lama sabakhtani”, yang artinya “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meniggalkan Aku?”. Ajaib. Selepas teriakan Yesus itu, gelap menyingkir dari langit Golgota. Tiga jam lamanya Ia bergumul dalam kegelapan dan kesendirian. Habis sudah daya-Nya. Kata-Nya kepada tentara Romawi, “Aku haus”. Seorang dari mereka memberi Yesus minum dari anggur asam. Minuman ini bukannya menyegarkan namun justru menambah rasa perih pada tubuh Yesus.
                Dengan sisa tenanga-Nya, Yesus berkata, “Sudah selesai”. Tugas-Nya selesai. Pengampunan dan pendamaian sudah tuntas dikerjakan-Nya. Teringatlah Dia semasa kecil orang tua-Nya selalu mengajak berdoa sebelum tidur seperti yang dicatat dalam Mazmur 31:6. Doa minta pengawasan ketika Ia tertidur. “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawaku”. Diserukanlah doa itu untuk terakhir kalinya.  Teriakan itu adalah kalimat terakhir-Nya. Ia mati bersama semua dosa manusia. Ia mati bersama semua pergumulan manusia.
               
Pertanyaan Renungan dan Aplikasi:
1.       Apa makna salib dan kematian Yesus untuk Anda?
2.       Mengapa kematian Yesus dalam keadaan terkutuk di atas salib itu disebut sebagai kabar sukacita?
3.       Yesus telah menjadi contoh hidup kemauan untuk memikul salib. Dalam Matius 16:24, Yesus justru yang memberikan perintah bagi siapa saja yang mengikut Dia haruslah rela memikul salib untuk Dia. Apa salib pengikut Kristus pada jaman sekarang? Bagaimana respon Anda atas perintah Yesus tersebut?
4.       Bagaimana kita bisa membangun gereja sebagai tempat saling menerima dan mengasihi seperti yang ditunjukkan Yohanes kepada Maria? Pikirkan hal-hal praktis yang bisa dilakukan khususnya dalam kelompok kecil di mana Anda berada?




No comments:

Post a Comment