30 September 2014

Kisah no. 80

Yesus berjalan di atas air (Matius 14:22-23, Markus 6:45-52, Yohanes 6:16-21)

Ada sebuah kisah menarik yang kompak dituliskan ketiga penulis Injil. Kisah ini pendek dan merupakan jeda dari pelayanan Yesus memberi makan 5000 orang dan pelayanan selanjutnya saat Dia kembali ke Kapernaum. Bahkan Yohanes menceritakan itu disela dia sedang menceritakan Yesus yang menyatakan diri-Nya sebagai Roti Hidup. Kisah ini begitu penting rupanya, tidak hanya ketika dibaca sendiri maupun saat terhubung dengan kisah sebelum dan sesudahnya. Apa gerangan yang terjadi?
Cerpen ini terjadi di tengah kegelapan malam danau Galilea. Seperti diceritakan sebelumnya, Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk menyeberang lebih dulu kembali ke Kapernaum, sementara Dia mengambil waktu sendiri di sebuah bukit untuk bersekutu dengan Bapa-Nya. Menjelang pukul 3 pagi, cuaca tidak bersahabat dialami murid-murid, angin sakal mulai bertiup kencang menghantam perahu mereka dari sisi depan. Di tengah-tengah kepanikan tersebut tiba-tiba di kejauhan ada bayangan yang berjalan di atas air yang sedang bergelora itu. Menurut keyakinan mereka itu pasti hantu, suasana semakin mencekam. Mereka berteriak-teriak ketakutan. Di saat itulah mereka mendengar sebuah suara yang tidak asing bagi mereka, “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”. Itu suara Yesus. Berbahagialah setiap orang yang sedang dalam kepanikan dan ketakutan karena gelombang masalah datang menerpa, tapi mendengar suara yang sama, suara Yesus.
Mendengar itu Petrus menyahut, “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Setelah sekian lama menyaksikan apa yang Yesus perbuat, Petrus mulai berani menyebut Yesus sebagai Tuhan, ia mulai meyakini gurunya benarlah Mesias yang dijanjikan, Anak Allah  yang datang dalam rupa Anak Manusia. Pikirannya cepat menalar kalau itu memang Yesus, bisa berjalan di atas air, pasti Dia sanggup juga membuat dia sendiri bisa berjalan di atas air. Yesus langsung merespon dengan sebuah tantangan, “Datanglah!”. Petrus terhenyak dengan tantangan itu. Kepalang tanggung, kalau percaya sekalian saja. Dengan perlahan karena takut, dia melangkahkan kakinya turun ke atas air dan ajaib air itu seperti menjadi permukaan yang keras. Kakinya tidak tenggelam, segera dia turun dan beridir dengan kedua kakinya. Ajaib. Tidak mungkin, tapi nyata. Dia berdiri di atas air menentang hukum alam. “Ayo jalan kemari,” seru Yesus. Petrus mulai berjalan. Berjalan di atas air. Dia bisa. Berjalanlah dia mendekat kepada Yesus.
Tiba-tiba tiupan angin yang kencang menerpa dia. Untuk sesaat dia lupa ada Yesus di depan-Nya yang dengan cara ajaib membuat dia bisa berjalan di atas air. Yang dirasakan angin yang akan mencelakakan dia. Fokusnya pada kehadiran dan keberadaan Yesus teralihkan. Dalam kondisi itu, permukaan air yang sebelumnya mengeras, tiba-tiba kembali cair dan Petrus tenggelam. Sekonyong-konyong dia berteriak minta tolong kepada Yesus. Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang Petrus dan berkata, “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?”. Lalu mereka naik ke perahu, angin reda dan perjalan dilanjutkan sampai tiba di seberang. Demikian cerita pendek yang dikisahkan penulis-penulis Injil. Waktu mereka mengalami itu, sekali lagi mereka tidak bisa menangkap apa yang sedang terjadi. Masih banyak benih ketidakpercayaan kepada Yesus menghalangi mereka untuk memahami makna rohani dari setiap pengalaman mereka dengan Yesus. Hati mereka tetap degil.
Di kemudian hari barulah mereka sanggup melihat itu dengan pengertian yang dalam. Mujizat hebat yang terjadi di danau itu bukanlah terletak di kemampuan Yesus berjalan di atas air. Tapi ini tentang mujizat kehadiran dan kemampuan Yesus saat mereka membutuhkan pertolongan-Nya. Dalam dunia modern banyak pesulap yang melakukan trik berjalan di atas air, namun selain itu adalah sebuah trik yang ditopang kecanggihan teknologi, kemampuan mereka tidak ada gunanya untuk menolong orang-orang yang sedang menonton pertunjukan mereka. Mujizat kehadiran Yesus lebih utama dari segala macam hal ajaib yang bisa Dia lakukan. Percuma saja orang tua punya kemampuan menolong anak mereka, tapi tidak hadir waktu anak mereka sedang perlu ditolong.
Inilah yang dimengerti Yohanes, ketika dia menuliskan kisah ini dia sangat menekankan sukacita mereka saat mendengar kata-kata Yesus, “AKU ini”. Tulisan singkatnya ini juga seperti sedang menegaskan apa yang dia pahami tentang Yesus sebagai roti hidup. Bukanlah yang terpenting Yesus sanggup memberi makan 5000 orang dengan 5 roti. Bukan sekedar memberi roti, tapi Dia adalah roti itu sendiri. Diri-Nya, penyertaan-Nya ditawarkan secara pribadi kepada setiap mereka yang mau. Di atas perahu, Yesus menegaskan itu kembali secara khusus kepada murid-murid-Nya. Kegelapan malam, ancaman angin sakal dan semua kondisi buruk tidak akan memisahkan mereka dari Yesus. Yohanes 6:21 menceritakan ketika mereka mengundang Yesus masuk dalam perahu mereka, mereka sampai ke pantai yang mereka tuju. Inilah kisah tentang mujizat kehadiran Yesus (The Miracle of His Presence).

Sumber:
1.       Alkitab, LAI.
2.       Kurikulum CDG Kisah Perjanjian Baru, Pelajaran 80.
3.       Sejarah Kerajaan Allah 2.

4.       http://www.desiringgod.org/sermons/twelve-baskets-of-bread-and-the-walk-on-water

No comments:

Post a Comment