Kisah no. 80
Yesus berjalan di atas air (Matius 14:22-23, Markus 6:45-52, Yohanes
6:16-21)
Ada sebuah kisah menarik yang
kompak dituliskan ketiga penulis Injil. Kisah ini pendek dan merupakan jeda
dari pelayanan Yesus memberi makan 5000 orang dan pelayanan selanjutnya saat
Dia kembali ke Kapernaum. Bahkan Yohanes menceritakan itu disela dia sedang
menceritakan Yesus yang menyatakan diri-Nya sebagai Roti Hidup. Kisah ini
begitu penting rupanya, tidak hanya ketika dibaca sendiri maupun saat terhubung
dengan kisah sebelum dan sesudahnya. Apa gerangan yang terjadi?
Cerpen ini terjadi di tengah
kegelapan malam danau Galilea. Seperti diceritakan sebelumnya, Yesus menyuruh
murid-murid-Nya untuk menyeberang lebih dulu kembali ke Kapernaum, sementara
Dia mengambil waktu sendiri di sebuah bukit untuk bersekutu dengan Bapa-Nya.
Menjelang pukul 3 pagi, cuaca tidak bersahabat dialami murid-murid, angin sakal
mulai bertiup kencang menghantam perahu mereka dari sisi depan. Di
tengah-tengah kepanikan tersebut tiba-tiba di kejauhan ada bayangan yang
berjalan di atas air yang sedang bergelora itu. Menurut keyakinan mereka itu
pasti hantu, suasana semakin mencekam. Mereka berteriak-teriak ketakutan. Di
saat itulah mereka mendengar sebuah suara yang tidak asing bagi mereka, “Tenanglah!
Aku ini, jangan takut!”. Itu suara Yesus. Berbahagialah
setiap orang yang sedang dalam kepanikan dan ketakutan karena gelombang masalah
datang menerpa, tapi mendengar suara yang sama, suara Yesus.
Mendengar itu Petrus menyahut, “Tuhan,
apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Setelah
sekian lama menyaksikan apa yang Yesus perbuat, Petrus mulai berani menyebut
Yesus sebagai Tuhan, ia mulai meyakini gurunya benarlah Mesias yang dijanjikan,
Anak Allah yang datang dalam rupa Anak Manusia.
Pikirannya cepat menalar kalau itu memang Yesus, bisa berjalan di atas air,
pasti Dia sanggup juga membuat dia sendiri bisa berjalan di atas air. Yesus
langsung merespon dengan sebuah tantangan, “Datanglah!”. Petrus terhenyak
dengan tantangan itu. Kepalang tanggung, kalau percaya sekalian saja. Dengan
perlahan karena takut, dia melangkahkan kakinya turun ke atas air dan ajaib air
itu seperti menjadi permukaan yang keras. Kakinya tidak tenggelam, segera dia
turun dan beridir dengan kedua kakinya. Ajaib. Tidak mungkin, tapi nyata. Dia berdiri
di atas air menentang hukum alam. “Ayo jalan kemari,” seru Yesus. Petrus mulai
berjalan. Berjalan di atas air. Dia bisa. Berjalanlah dia mendekat kepada
Yesus.
Tiba-tiba tiupan angin yang
kencang menerpa dia. Untuk sesaat dia lupa ada Yesus di depan-Nya yang dengan
cara ajaib membuat dia bisa berjalan di atas air. Yang dirasakan angin yang
akan mencelakakan dia. Fokusnya pada
kehadiran dan keberadaan Yesus teralihkan. Dalam kondisi itu, permukaan air
yang sebelumnya mengeras, tiba-tiba kembali cair dan Petrus tenggelam.
Sekonyong-konyong dia berteriak minta tolong kepada Yesus. Segera Yesus
mengulurkan tangan-Nya, memegang Petrus dan berkata, “Hai orang yang kurang
percaya, mengapa engkau bimbang?”. Lalu mereka naik ke perahu, angin reda dan
perjalan dilanjutkan sampai tiba di seberang. Demikian cerita pendek yang
dikisahkan penulis-penulis Injil. Waktu mereka mengalami itu, sekali lagi
mereka tidak bisa menangkap apa yang sedang terjadi. Masih banyak benih
ketidakpercayaan kepada Yesus menghalangi mereka untuk memahami makna rohani
dari setiap pengalaman mereka dengan Yesus. Hati mereka tetap degil.
Di kemudian hari barulah mereka
sanggup melihat itu dengan pengertian yang dalam. Mujizat hebat yang terjadi di
danau itu bukanlah terletak di kemampuan Yesus berjalan di atas air. Tapi ini tentang mujizat kehadiran dan
kemampuan Yesus saat mereka membutuhkan pertolongan-Nya. Dalam dunia modern
banyak pesulap yang melakukan trik berjalan di atas air, namun selain itu
adalah sebuah trik yang ditopang kecanggihan teknologi, kemampuan mereka tidak
ada gunanya untuk menolong orang-orang yang sedang menonton pertunjukan mereka.
Mujizat kehadiran Yesus lebih utama dari segala macam hal ajaib yang bisa Dia
lakukan. Percuma saja orang tua punya
kemampuan menolong anak mereka, tapi tidak hadir waktu anak mereka sedang perlu
ditolong.
Inilah yang dimengerti Yohanes, ketika
dia menuliskan kisah ini dia sangat menekankan sukacita mereka saat mendengar
kata-kata Yesus, “AKU ini”. Tulisan singkatnya ini juga seperti sedang
menegaskan apa yang dia pahami tentang Yesus sebagai roti hidup. Bukanlah yang
terpenting Yesus sanggup memberi makan 5000 orang dengan 5 roti. Bukan sekedar memberi
roti, tapi Dia adalah roti itu sendiri. Diri-Nya, penyertaan-Nya ditawarkan
secara pribadi kepada setiap mereka yang mau. Di atas perahu, Yesus menegaskan
itu kembali secara khusus kepada murid-murid-Nya. Kegelapan malam, ancaman
angin sakal dan semua kondisi buruk tidak
akan memisahkan mereka dari Yesus. Yohanes 6:21 menceritakan ketika mereka mengundang
Yesus masuk dalam perahu mereka, mereka sampai ke pantai yang mereka tuju. Inilah
kisah tentang mujizat kehadiran Yesus
(The Miracle of His Presence).
Sumber:
1.
Alkitab, LAI.
2.
Kurikulum CDG Kisah Perjanjian Baru, Pelajaran
80.
3.
Sejarah Kerajaan Allah 2.
4.
http://www.desiringgod.org/sermons/twelve-baskets-of-bread-and-the-walk-on-water
No comments:
Post a Comment